
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut
World Health Organization (WHO) bahwa
setiap tahunnya wanita yang bersalin meninggal dunia mencapai lebih dari
500.000 orang. Sebagian besar kematian ibu terjadi di negara berkembang karena
kurang mendapat akses pelayanan kesehatan, kekurangan fasilitas, terlambatnya
pertolongan, persalinan “dukun” disertai keadaan sosial ekonomi dan pendidikan
masyarakat yang masih tergolong rendah.
Di
Indonesia angka kematian ibu masih tinggi dan merupakan masalah yang
menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan
masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Menurut hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan Angka Kematian Ibu (AKI)
sebanyak 228/100.000 kelahiran hidup. Dalam upaya mempercepat penurunan AKI
pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategi “Empat Pilar Save Motherhood“ meliputi keluarga
berencana, pelayanan antenatal, persalinan yang aman dan pelayanan obstetrik
esensial.
|
Jumlah kematian ibu maternal yang dilaporkan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2008 sebanyak 121 per
100.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2009 jumlah kematian ibu maternal
mengalami penurunan menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup. Dan berdasarkan
data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun
2010, Angka Kematian Ibu menurun yang di perkirakan 115 per 100.000 kelahiran
hidup dengan penyebab kematian yang disebabkan oleh adanya perdarahan sebanyak
54 orang (46,96%), infeksi 2 orang (1,74%),preeklamsi/eklampsia 23 orang
(20%),dan lain-lain 36 orang (31,30%).
Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum
Daerah Syekh Yusuf Gowa dengan jumlah persalinan pada tahun 2011 sebanyak 2.738
orang, adapun persalinan dengan Ketuban Pecah Dini sebanyak 101 orang (3,68 %).
Sedangkan kejadian Ketuban Pecah Dini pada tahun 2012 mengalami peningkatan
yaitu sebanyak 248 orang dari 1930 persalinan.
Ketuban
Pecah Dini merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan.
Penanganan yang optimal dan yang baku belum ada bahkan selalu berubah. Ketuban
Pecah Dini merupakan salah satu penyulit dalam kehamilan dan persalinan yang
berperan dalam meningkatkan kesakitan dan kematian meternal-perinatal yang
dapat disebabkan oleh adanya infeksi, yaitu dimana selaput ketuban yang menjadi
penghalang masuknya kuman penyebab infeksi sudah tidak ada sehingga dapat
membahayakan bagi ibu dan janinnya.
Persalinan
dengan Ketuban Pecah Dini biasanya dapat di sebabkan oleh multi/grandemulti,
overdistensi (hidroamnion, kehamilan ganda), disproporsio sefalo pelvis,
kelainan letak (lintang dan sungsang). Oleh sebab itu, Ketuban Pecah Dini
memerlukan pengawasan yang ketat dan kerjasama antara keluarga dan penolong
(bidan dan dokter) karena dapat meyebabkan bahaya infeksi intra uterin yang
mengancam keselamatan ibu dan janinnya. Dengan demikian, akan menurunkan atau
memperkecil resiko kematian ibu dan bayinya. (Manuaba, 2008)
Beberapa faktor yang berhubungan dengan ketuban pecah dini dalam penelitian ini antara lain umur ibu, paritas, dan kehamilan ganda. Faktor umur mempunyai pengaruh sangat erat
dengan perkembangan alat-alat reproduksi wanita, dimana reproduksi sehat
merupakan usia yang paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan.
Umur yang terlalu muda (< 20 tahun)
atau terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko yang lebih besar untuk
melahirkan bayi yang kurang sehat. (Wiknjosastro H, 2006)
Paritas
adalah jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran janin yang memenuhi
syarat untuk melangsungkan kehidupan atau pada usia kehamilan lebih dari 28
minggu dan berat badan janin mencapai lebih dari 1000 gram. Frekuensi
melahirkan yang sering dialami oleh ibu merupakan suatu keadaan yang dapat
mengakibatkan endometrium menjadi cacat dan sebagai akibatnya dapat terjadi
komplikasi dalam kehamilan. (Varney, 2001)
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh
lagi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian ketuban pecah dini
di......................................................
B.
Rumusan
Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah
diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah
ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian ketuban pecah dini di.............................?
2. Apakah
ada hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di......................................?
3. Apakah
ada hubungan antara kehamilan ganda dengan
kejadian ketuban pecah dini di...............................?
C.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Adapun
tujuan yang ingin
dicapai yaitu untuk mengetahui faktor –
faktor yang berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini di.......................
2. Tujuan
Khusus
Adapun
tujuan khusus yang
ingin dicapai, yaitu :
a. Untuk mengetahui hubungan umur ibu dengan kejadian ketuban pecah dini.
b. Untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini.
c. Untuk mengetahui hubungan kehamilan ganda dengan kejadian ketuban pecah dini.
D.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan reproduksi khususnya perdarahan
postpartum dan sebagai salah satu acuan
bagi peneliti berikutnya.
2. Manfaat
Praktis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan dan informasi kepada
pemerintah dan instansi terkait dalam menentukan prioritas perencanaan dan arah
kebijakan dalam program kesehatan reproduksi.
3. Manfaat
bagi Institusi
Diharapkan dapat berguna sebagai salah satu
hasil penemuan dan kajian serta bahan acuan atau pedoman bagi institusi jurusan kebidanan untuk penulisan skripsi lainnya.
4. Manfaat
bagi Peneliti
Merupakan
pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam upaya memperluas wawasan dan ilmu
pengetahuan.

TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan
Tentang Ketuban Pecah Dini
1. Pengertian Ketuban Pecah Dini
a.
Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu
satu jam sebelum terjadi in partu.(Manuaba.2008)
b.
Ketuban pecah dini adalah ketuban
pecah sebelum ada tanda- tanda persalinan, tanpa memperhatikan usia gestasi dan
dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih.(Varney, H. 2007)
c.
Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum in partu, pada
pembukaan < 4 cm (fase laten) yang dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan.(Nugroho,T. 2010)
2. Etiologi Ketuban Pecah Dini (Saifuddin, A.B. 2010)
|
Walaupun banyak publikasi tentang Ketuban
Pecah Dini, namun penyebab sebelumnya belum diketahui dan tidak dapat di tentukan
secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat
dengan Ketuban Pecah Dini, namun faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor presdisposisi yaitu :
a.
Infeksi yang terjadi secara langsung
pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan
ketuban biasa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
b.
Serviks inkompeten, kanalis
servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri
(akibat persalinan dan kuretase).
c.
Tekanan intra uterin yang
meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
trauma, hidramnion dan gemeli. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya Ketuban Pecah
Dini karena biasanya disertai infeksi.
d.
Kelainan letak, misalnya sungsang
sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
3. Faktor Lain Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini (Nugroho,T. 2010)
a.
Faktor golongan darah akibat
golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan
bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
b.
Faktor disproporsi antara kepala
janin dan panggul ibu (sevalo pelvic disproporsi).
c.
Faktor multi gravidatis, dimana
pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi proses embryogenesis
sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan
selaput ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda inpartu.
d.
Defisiensi gizi dari tembaga atau
asam askorbat (vitamin C).
4. Diagnosa Ketuban Pecah Dini (Sujiyatini. 2009)
Menegakkan
diagnosa Ketuban Pecah Dini secara tepat sangat penting. karena diagnosa
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu
awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya
diagnosa yang negative palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai
resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh
karena itu, di perlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa Ketuban Pecah
Dini di tegakkan dengan cara :
a.
Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak
secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu diperhatikan
warna, keluarnya cairan sebelum ada his atau his belum teratur dan belum ada
pengeluran lendir darah.
b.
Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan
tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air
ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
c.
Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan dengan speculum pada
Ketuban Pecah Dini akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum
(OUE), apabila belum juga tampak keluar maka fundus uteri di tekan, penderita
di minta batuk, mengejan atau mengadakan manuvover valsava atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada
forniks anterior.
d.
Pemeriksaan dalam
Didapat cairan dalam vagina dan
selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan
toucher perlu di pertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum
dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu
pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan
flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
pathogen. Pemeriksaan dalam vagina yang dilakukan apabila Ketuban Pecah
Dini yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan di
batasi sedikit mungkin.
e.
Pemeriksaan Penunjang Ketuban
Pecah Dini
1)
Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau dan
pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga
urine atau secret vagina.
a)
Tes lakmus (tes nitrazin) yaitu
jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan
yang bersifat basa menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban
7-7,5 darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
b)
Mikroskopik (tes pakis) yaitu
memasang speculum steril menggunakan kapas lidi untuk mengumpulkan specimen,
baik dari cairan vorniks vagina posterior maupun cairan dari orifisium serviks
karena lendir serviks juga berbentuk pakis, hapus specimen pada objek mikroskop
dan biarkan seluruhnya kering minimal 10 menit kemudian lihat di bawah
mikroskop untuk memeriksa pola pakis.
2)
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini di maksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. (Nugroho, T. 2010).
5. Insidensi Ketuban Pecah Dini (Manuaba. 2008)
Insidensi Ketuban Pecah Dini berkisar
antara 5-10 % dari semua kelahiran . Hal yang menguntungkan dari angka
kejadian Ketuban Pecah Dini yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi
pada kehamilan cukup bulan dari pada kurang bulan, yang bekisar 70 % sedangkan
pada kehamilan kurang bulan terjadi sekitar 30 %.
6. Komplikasi Pada Ketuban Pecah Dini (Nugroho, T. 2010)
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah
Dini bergantung pada usia kehamilan yaitu :
a.
Infeksi intrauterine
b.
Persalinan prematuritas
c.
Keluarnya tali pusat (prolaps
tali pusat)
d.
Hipoksia dan asifiksia
7. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini (Sujiyatini. 2009)
Mekanisme terjadinya Ketuban Pecah Dini yaitu :
a.
Terjadinya pembukaan premature
serviks
b.
Membrane terkait dengan pembukaan
terjadi :
1) Devaskularisasi
2) Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
3) Jaringan ikat yang menyanggah membrane ketuban makin berkurang
4) Melemahnya daya tahan ketuban di percepat dengan infeksi yang mengeluarkan
enzim proteolitik dan enzim kolagenase. (Manuaba. 2008).
8. Penanganan Ketuban Pecah Dini (Saifuddin, A.B. 2010)
a.
Konservatif
1)
Rawat di rumah sakit dengan tirah
baring.
2)
Berikan antibiotic (ampisilin 4 x
500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari).
3)
Jika umur kehamilan < 32-34
minggu, di rawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak
lagi keluar.
4)
Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
belum inpartu tidak ada infeksi, tes busa negative berikan dexametason,
observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada umur
kehamilan 37 minggu.
5)
Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol),
dexametason, dan induksi sesudah 24 jam.
6)
Jika usia kehamilan 32-37 minggu
ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi
(suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterine).
7)
Pada usia kehamilan 32-37 minggu
berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 minggu
sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexametason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak
4 kali.
b.
Aktif
1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea dapat pula di berikan misoprostol 25-50 mg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a)
Bila skor pelvic < 5, lakukan
pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil akhiri persalinan
dengan seksio sesarea.
b)
Bila skor pelvic > 5, induksi
persalinan
B.
Tinjauan
Tentang Umur
1.
Defenisi
Umur
Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan ( Ali Lukman, 1999).
Umur ibu adalah usia saat melahirkan yang
dinyatakan dalam tahun kalender, umur bertambah sejalan dengan perkembangan
biologis organ-organ tubuh manusia yang pada usia tertentu mengalami perubahan.
Umur
ibu pada saat hamil merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat risiko
kehamilan dan persalinan. Umur yang dianggap berisiko adalah umur di bawah 20
tahun dan di atas 35 tahun. Faktor yang mempunyai pengaruh sangat erat dengan
perkembangan alat-alat reproduksi wanita dimana reproduksi sehat merupakan usia
yang paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan yaitu 20-35
tahun, dalam kurun reproduksi sehat
dikenal bahwa usia aman
untuk kehamilan dan melahirkan
adalah 20-30 tahun (Wiknjosastro, 2006 : 23).
Sedangkan umur ibu
pada saat melahirkan
dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun berisiko untuk melahirkan
anak yang tidak sehat. Umur dibawah 20 tahun alat-alat
reproduksinya belum begitu sempurna untuk menerima keadaan janin, sementara umur yang lebih dari 35 tahun dan sering
melahirkan, fungsi alat reproduksinya telah mengalami kemunduran (Wiknjosastro, 2006 : 23).
2. Pengaruh umur terhadap Ketuban Pecah Dini
Usia
ibu hamil terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko yang
lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini dikarenakan pada umur
dibawah 20 tahun, dari segi biologis fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna untuk menerima keadaan janin dan segi psikis belum
matang dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan
pada umur diatas 35 tahun dan sering melahirkan, fungsi reproduksi seorang
wanita sudah mengalami kemunduran atau degenerasi
dibandingkan fungsi reproduksi
normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama ketuban
pecah dini.
C.
Tinjauan
Tentang Paritas
1.
Defenisi
paritas
Paritas
adalah jumlah kehamilan yang diakhiri dengan kelahiran janin yang memenuhi
syarat untuk melangsungkan kehidupan atau pada usia kehamilan lebih dari 28
minggu dan berat badan janin mencapai lebih dari 1000 gram. Frekuensi melahirkan
yang sering dialami oleh ibu merupakan suatu keadaan yang dapat mengakibatkan
endometrium menjadi cacat dan sebagai akibatnya dapat terjadi komplikasi dalam
kehamilan. (Varney, 2001)
2. Pengelompokkan paritas
IBG Manuaba (1998)
mengelompokkan paritas kedalam berbagai
kategori, yaitu :
a. Primipara
(paritas 1) yaitu wanita yang telah
melahirkan seorang anak, cukup besar untuk hidup didunia luar (matur atau
prematur).
b. Multipara
(paritas 2-3) adalah wanita yang telah melahirkan tiga orang anak yang
cukup besar untuk hidup didunia luar
(matur atau prematur).
c. Grandemultipara
(paritas ≥ 5) adalah wanita yang telah
melahirkan tiga orang anak atau lebih yang cukup besar untuk hidup didunia luar
(matur atau prematur).
3. Pengaruh paritas terhadap Ketuban Pecah Dini
Penyebab KPD belum diketahui secara
pasti, namun menurut Sarwono Prawirohardjo kemungkinan yang menjadi faktor
predisposisi adalah faktor multigraviditas/paritas. (Prawirohardjo,2010)
Paritas
2-3 merupakan paritas yang dianggap aman ditinjau dari sudut insidensi kejadian ketuban pecah dini.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai risiko terjadinya ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (satu),
alat-alat dasar panggul masih kaku (kurang elastik) daripada multiparitas.
Uterus yang telah melahirkan banyak anak (grandemulti) cenderung bekerja tidak
efesien dalam persalinan (Cunningham,
1998 : 36).
D.
Tinjauan
Tentang Kehamilan Ganda
1.
Defenisi
Kehamilan Ganda
Kehamilan ganda dapat didefinisikan sebagai
suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus.
Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau
apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk dua embrio
yang sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal. Kehamilan kembar dapat
memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan janin. Oleh karena itu, dalam menghadapi
kehamilan ganda harus dilakukan perawatan antenatal yang intensif. (Manuaba, dkk. 2007).
2. Pengaruh Kehamilan Ganda terhadap ketuban Pecah Dini
Kehamilan ganda adalah kehamilan dua janin atau
lebih. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi baik bagi
janin maupun ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar harus
dilakukan pengawasan hamil yang intensif. Factor yang dapat meningkatkan
kemungkinan hamil kembar adalah factor ras, keturunan, umur, dan paritas.
Factor resiko ketuban pecah dini pada kembar dua 50% dan kembar tiga 90%
(Manuaba,dkk. 2007).
Hamil ganda dapat memungkinkan ketegangan rahim
meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Maria, 2007).

KERANGKA KONSEP
A.
Dasar
Pemikiran Variabel Penelitian
Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan. Dari seluruh kehamilan prevalensi
KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD
dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau hanya sekitar 1,7%
dari seluruh kehamilan.
Pecahnya ketuban
terlalu dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara
pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Bila periode laten
terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat
meningkatkan angka kematian ibu dan anak. (Suwiyoga IK, 2006)
Penyebab utama Ketuban pecah dini belum diketahui pasti namun menurut beberapa penelitian
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya infeksi, defisiensi vitamin C, faktor selaput ketuban,
umur dan paritas, kehamilan ganda, faktor sosial ekonomi.
Berdasarkan tinjauan pustaka dan tujuan dari penelitian, maka variabel yang akan
diteliti, yaitu :
![]() |
1. Umur
Faktor umur mempunyai
pengaruh sangat erat dengan perkembangan alat-alat reproduksi wanita, dimana
reproduksi sehat merupakan usia yang paling aman bagi seorang wanita untuk
hamil dan melahirkan. Umur yang terlalu muda (< 20 tahun) atau terlalu tua (> 35 tahun)
mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi yang kurang sehat.
2. Paritas
Paritas adalah jumlah bayi yang dilahirkan, baik hidup maupun
mati. Ibu yang sering melahirkan mempunyai
risiko kematian anak yang tinggi. Semakin tinggi paritas ibu akan makin
mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat
persalinan sebelumnya. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau
dari kejadian ketuban pecah dini.
Paritas 1 (satu) dan paritas tinggi (≥ 3) mempunyai angka kejadian ketuban pecah dini lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, maka lebih tinggi kemungkinan terjadi
ketuban pecah dini. Risiko
pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan antenatal, sedangkan risiko pada
paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan Keluarga Berencana (KB).
3. Kehamilan Ganda
Kehamilan ganda dapat
didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih embrio
atau janin sekaligus. Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum
dilepaskan dan dibuahi atau apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini
hingga membentuk dua embrio yang sama pada stadium massa sel dalam atau lebih
awal. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu
dan janin. Oleh karen aitu, dalam menghadapi kehamilan ganda harus dilakukan
perawatan antenatal yang intensif.
(Manuaba, dkk. 2007).
B.
Kerangka
Konsep
Berdasarkan variabel
yang telah dikemukakan diatas, dibuatlah kerangka konsep pemikiran variabel
yang diteliti, sebagai berikut
![]() |
Gambar
4 : Pola pikir variabel yang diteliti
Keterangan
:




` :
Variabel dependen

C.
Defenisi
Operasional dan Kriteria Obyektif
1. Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila
diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan
sesuai yang tercatat dalam kartu status ibu di
Kriteria
Objektif :
Ya : Bila ketuban pecah belum ada tanda persalinan atau pecah
≥ 12 jam.
Tidak : Bila ketuban belum pecah.
2. Umur
ibu
Yang dimaksud umur ibu dalam penelitian ini adalah umur terakhir
yang dicapai oleh seorang ibu sampai saat bersalin dan dinyatakm tahun
sesuai yang tercantum dal
Kriteria Objektif :
Reproduksi kurang sehat : Bila usia ibu yang melahirkan < 20 dan >
35
tahun.
Reproduksi sehat : Bila usia ibu yang melahirkan antara 20-35
tahun.
3. Paritas
Yang dimaksud paritas
dalam penelitian ini adalah frekuensi kehamilan dan persalinan yang pernah dialami
oleh ibu, yang tercatat dalam kartu .
Kriteria Objektif :
Resiko
tinggi : Bila frekuensi kehamilan dan melahirkan 1 atau > 3 orang.
Resiko
rendah : Bila frekuensi kehamilan dan melahirkan 2-3 orang
4. Kehamilan Ganda
Yang dimaksud kehamilan ganda dalam penelitian ini
adalah suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin
sekaligus sesuai yang tercatat dalam kartu status ibu bersalin di .
Kriteria Objektif :
Resiko tinggi :
Bila ibu
mengalami kehamilan ganda
Resiko rendah : Bila ibu
mengalami kehamilan tunggal

Alimul Hidayat A. Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Salemba
Medika, Jakarta
Alwi, H. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Arikunto Suharsimi.
2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Rineka Cipta, Jakarta
Arum, DNS., dan Sujiyatini. 2009. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.
Jogjakarta : Nuha Medika
Cunningham
Gary F. 2006. Obstetri Williams Edisi 21. EGC, Jakarta
Manuaba
IBG, 2008. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin
obstetri, Ginekologi, dan KB. EGC, Jakarta
Prawirohardjo S. 2008.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
Saifuddin AB. 2010.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. YBP-SP, Jakarta
Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah
Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin
Dunia Kedokteran, No 151. 2006
Trisno Nugroho Didi , 2010. Hubungan
Antara Lama Ketuban Pecah Dini Terhadap Nilai Apgar Pada Kehamilan Aterm Di
Badan Rumah Sakit Cepu.Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Surakarta
Varney Helen, dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. EGC, Jakarta
Wiknjosastro
Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. YBP-SP,
Jakarta
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus